CERITA DEWASA
Cerita Cinta, Cinta di Senja, Cinta Lama, Cinta Terbakar, Cinta yang Hilang, Cinta yang Kembali, Cinta yang Menggugah, Cinta yang Tertunda, Hubungan yang Kembali, Kembali dalam Cinta, Kisah Cinta, Kisah Perasaan, Perasaan Cinta, Perasaan yang Menggebu, Romansa Terpendam, Senja dan Cinta
admin1
0 Comments
Cinta yang Terbakar Kembali di Senja
Cinta yang Terbakar Kembali di Senja
William berdiri di ambang masa depannya, lanskap kota masa lalunya terbalut dalam senja senja. Cakrawala tampak seperti siluet tajam di balik cahaya kuning keemasan, sebuah bukti kehidupan yang pernah dikenalnya. Bayangan Tiara berkelebat di benaknya, rambut panjangnya tergerai bagai air terjun tengah malam, lekuk tubuhnya bagai Cinta yang Terbakar Kembali di Senja sirene yang telah lama ia tahan. Mereka adalah sahabat masa kecil, terikat oleh sejarah yang sedalam dan sarat hasrat tak terucap.
Tiara selalu menjadi mercusuar dunianya, tawanya bagai melodi yang menenangkan jiwanya yang gelisah. Namun William, yang selalu mengembara, telah lari dari perjodohan, dari janji kehidupan yang terjalin dengannya. Ia telah mencari penghiburan dalam pelukan perempuan yang tak terhitung jumlahnya, masing-masing bagaikan bayangan sekilas di balik terik matahari yang adalah Tiara. Namun, saat ia kembali, beban tindakannya terasa berat. Ia telah meninggalkan sepotong dirinya di setiap kota, dengan setiap perempuan, tetapi tak satu pun yang merebut hatinya.
Malam itu bagai selubung beludru saat William berjalan menuju satu-satunya tempat yang telah ia bersumpah untuk hindari—rumah Tiara. Pintu berderit terbuka, menampakkan perempuan yang telah menghantui mimpinya. Mata Tiara terbelalak kaget, rasa sakit karena ditinggalkannya masih terukir di tatapan mata hijaunya. Bibirnya yang penuh terbuka, bisikan namanya lolos bagai doa.
“William,” desahnya, suaranya bercampur kerinduan dan amarah. “Kau kembali.”
Ia melangkah masuk, udara dipenuhi ketegangan yang telah bertahun-tahun tercipta. “Tiara,” katanya, suaranya sendiri dipenuhi penyesalan. “Aku harus bertemu denganmu.”
Harga dirinya bagaikan benteng, tetapi tubuhnya mengkhianatinya. Dadanya yang membusung, puncak-puncak payudaranya yang mengeras menekan kain tipis gaunnya, menunjukkan hasrat yang tak pernah pudar. Tatapan William tertunduk, tubuhnya sendiri menanggapi ajakan diam-diam itu.
BACA JUGA : KEGIATAN SETELAH JAM KERJA HUBUNGAN YANG TAK TERUCAP
“Kenapa sekarang?” tanyanya, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. “Kenapa, setelah sekian lama, kau kembali ke dalam hidupku?”
William mempersempit jarak di antara mereka, tangannya terulur untuk membelai pipinya. “Karena aku bodoh sekali, Tiara. Aku sudah muak dengan vagina yang aneh dan malam-malam yang tak berarti. Aku datang untuk mengklaim apa yang menjadi milikku, apa yang seharusnya tak pernah kutinggalkan.”
Tekad Tiara goyah, tubuhnya merindukan sentuhannya. Ia telah memimpikan momen ini, hari ketika William akan kembali padanya, penisnya mengeras dan niatnya jelas. “Dan apa yang membuatmu berpikir aku masih milikmu untuk diklaim?” tantangnya, suaranya bergetar karena kebutuhan yang tak terbantahkan sekaligus menyebalkan.
Tangan William yang lain meraba pinggangnya, menariknya hingga menempel padanya. Ia bisa merasakan tubuh William yang kaku menekan perutnya, sebuah pengingat nyata akan gairah yang tak pernah mereka rasakan. “Karena kau masih di sini, Tiara. Karena terlepas dari tahun-tahun dan rasa sakit yang telah berlalu, jantungmu berdetak untukku, sama seperti jantungku berdetak untukmu.”
Bibir mereka saling beradu, sebuah benturan gigi dan lidah yang keras sekaligus lembut. Tangan Tiara menemukan jalan ke rambutnya, mencengkeram helaiannya saat ia mengerang dalam ciuman itu. Tangan William menjelajahi tubuhnya, menangkup pantatnya yang montok dan menggeseknya di atas ereksi William.
Dunia luar lenyap saat mereka menemukan kembali satu sama lain, tubuh mereka bergerak dalam tarian setua waktu. Jari-jari William menemukan ujung gaunnya, menariknya ke atas kepala Tiara, memperlihatkan lekuk tubuh indah yang telah menyiksa mimpinya. Tiara berdiri di hadapannya hanya mengenakan lingerie, payudaranya menyembul di atas cup renda, putingnya menegang dan bergairah untuk dimasukinya.
NONTON JUGA : MENJENGUK ISTRI YANG SEDANG SAKIT DI RUMAH SAKIT
Dengan geraman, William berlutut, tangannya menelusuri lekuk paha Tiara sebelum mengaitkan jari-jarinya ke ikat pinggang celana dalamnya. Ia menurunkannya perlahan, tatapannya tak pernah lepas dari gundukan rapi yang menantinya. Tiara melangkah keluar dari lingerie-nya, kewanitaannya berkilauan penuh gairah, aroma hasratnya memenuhi ruangan.
William membenamkan wajahnya di antara kedua kakinya, lidahnya membelah lipatannya dan menyelami panasnya yang basah. Tiara menjerit, jari-jarinya tersangkut di rambut William saat ia melahapnya, lidahnya menjilati klitorisnya sebelum kembali menusuk ke dalam inti tubuhnya. Tiara menunggangi wajahnya, pinggulnya bergelombang saat ia mengejar kejantanannya, tekanan meningkat dengan setiap usapan lidah William yang ahli.
“Sialan, William,” pekiknya terengah-engah, kakinya gemetar. “Aku akan orgasme.”
Ia menggandakan usahanya, jari-jarinya menyatu dengan lidahnya, memompa masuk dan keluar dari Tiara saat ia meneriakkan namanya, orgasme Tiara menerjangnya dalam gelombang. William menjilati cairan kejantanannya, menikmati rasanya saat ia turun dari puncak kenikmatannya.
Sebelum Tiara sempat mengatur napas, William berdiri dan mengangkatnya ke jalatogel dalam pelukannya, membawanya ke sofa di dekatnya. Ia membaringkannya, matanya gelap karena nafsu saat ia menanggalkan pakaiannya, memperlihatkan tubuh yang merupakan bukti dari tahun-tahun kenikmatannya. Penisnya berdiri tegak dan gagah, ujungnya berkilauan dengan cairan pra-ejakulasi.
Tiara meraihnya, tangannya melingkari batang penisnya, membelainya dari pangkal hingga ujung. William mengerang, pinggulnya menekan ke dalam cengkeramannya. “Aku ingin berada di dalammu, Tiara. Aku ingin merasakan vaginamu yang rapat meremas penisku.”
Ia membimbing William ke pintu masuknya, tatapannya terkunci saat William mendorong maju, memenuhinya dalam satu dorongan lambat dan penuh kesadaran. Mereka berdua menjerit, sensasi penyatuan mereka begitu kuat setelah bertahun-tahun merindukan. William mulai bergerak, gerakannya terukur dan dalam, masing-masing mengobarkan api yang membara di antara mereka.
Kaki Tiara melingkari pinggang William, menariknya lebih dalam, kukunya menggores punggung William saat ia membalas dorongan. Tubuh mereka basah oleh keringat, suara cinta mereka menciptakan simfoni daging dan hasrat.
“Lebih keras, William,” pinta Tiara, suaranya serak karena kebutuhan. “Setubuhi aku seperti yang kau inginkan.”
Kendali William terlepas, pinggulnya menghantam pinggul Tiara, suara tubuh mereka beradu bergema di ruangan itu. Teriakan kenikmatan Tiara semakin keras, vaginanya berkibar di sekitar penis William saat orgasme lainnya mendekat.
“Ikut aku, Tiara,” gerutu William, pelepasannya sendiri sudah dekat. “Biarkan aku merasakanmu mencapai puncak penisku.”
Dengan jeritan yang merobek jiwanya, Tiara hancur berkeping-keping, tubuhnya kejang-kejang saat vaginanya mencengkeram penis William. Sensasinya terlalu kuat, dan dengan dorongan terakhir, William mengikutinya hingga ke ujung penis, penisnya berdenyut saat ia mengisinya dengan sperma panasnya.
Mereka berbaring berpelukan, napas mereka tersengal-sengal, tubuh mereka basah oleh jalatogel jejak gairah. William berguling telentang, menarik Tiara ke dalam pelukannya. Tiara menyandarkan kepalanya di dada William, jari-jarinya menelusuri kulitnya.
“Aku mencintaimu, Tiara,” kata William, suaranya dipenuhi ketulusan yang tak terbantahkan. “Selalu begitu. Aku hanya terlalu pengecut untuk mengakuinya.”
Tiara mengangkat kepalanya, matanya menatap tajam ke arah William. “Aku juga mencintaimu, William. Tapi kau menyakitiku, lebih dari siapa pun.”
Ia menangkup wajah Tiara, ibu jarinya menghapus air mata yang hampir jatuh. “Aku tahu, dan aku akan menghabiskan visitogel sisa hidupku untuk menebusnya. Aku janji.”
Tiara mengangguk, hatinya berdebar-debar karena harapan dan kekhawatiran. Ia telah mencintai William sejak mereka masih kecil, dan terlepas dari rasa sakit yang ditimbulkan William, ia tahu ia tak akan pernah bisa mencintai orang lain seperti ia mencintai William.
Saat mereka berbaring di sana, masa depan terbentang di hadapan mereka, bagaikan permadani kemungkinan yang dijalin dari benang-benang masa lalu mereka. Mereka telah melewati masa-masa sulit, tetapi saat mereka berpelukan, mereka tahu bahwa apa pun yang hidup lemparkan pada mereka, mereka akan menghadapinya bersama.
Malam itu milik mereka, sebuah kanvas tempat mereka bisa melukis hasrat, impian, dan cinta mereka. Dan saat mereka terlelap, lampu-lampu kota berkelap-kelip bagai layartogel bintang di kejauhan, mereka tahu bahwa ini hanyalah awal dari kisah mereka—kisah yang akan dipenuhi gairah, tawa, air mata, tetapi yang terpenting, cinta.














Post Comment