CERITA DEWASA
cerita jalan senyap, cerita jalan sunyi, cerita romantis rahasia, jalan gelap misterius, jalan senyap, jalan sepi, jalan sepi penuh rahasia, kisah jalan sepi, kisah pertemuan rahasia, kisah rahasia malam, pertemuan di jalan sunyi, pertemuan diam-diam, pertemuan misterius, pertemuan penuh arti, pertemuan penuh misteri, pertemuan rahasia, pertemuan tak terduga, rahasia di jalan sepi, suasana hening malam, suasana jalan malam
admin1
1 Comments
Pertemuan Rahasia di Jalan Yang Sepi Dan Senyap
Pertemuan Rahasia di Jalan Yang Sepi Dan Senyap
Tumit Yuna mengetuk-ngetuk beton dengan ritme yang seirama dengan detak jantungnya, menggema stakato di jalanan yang tadinya sepi. Hari itu terasa panjang, kuliah teori ekonomi terasa lebih melelahkan dari biasanya, dan yang ia inginkan hanyalah kenyamanan apartemennya, kesunyian yang dijanjikannya. Ia tenggelam dalam Pertemuan Rahasia di Jalan Yang Sepi Dan Senyap pikirannya, pikirannya masih terpaku pada kompleksitas penawaran dan permintaan, ketika sesosok yang familiar namun tak diinginkan muncul. Minho, dengan rambut acak-acakan dan pakaian yang menggantung longgar di tubuhnya yang kurus, berjalan beberapa langkah di depan, tak menyadari kehadirannya.
Yuna merasa sedikit jengkel. Minho, mahasiswi penerima beasiswa dari latar belakang yang sederhana seperti penampilannya, selalu menjadi pengingat akan ketidaksempurnaan dunia. Ia telah menyaksikan Minho menanggung hantaman dan panah kekejaman teman-temannya, bahkan pernah ikut serta di dalamnya, rasa tidak amannya sendiri termanifestasi sebagai penghinaan terhadap mereka yang kurang beruntung. Namun, terlepas dari segalanya, ada sesuatu tentang Minho yang membekas di benaknya, ketangguhan yang tak bisa tak ia kagumi, meski tak pernah ia akui.
Saat mendekatinya, langkah Yuna melambat, sarkasmenya yang biasa tertahan oleh keintiman jalanan yang sepi dan asing. Detak jantung kota seakan melambat seiring terbenamnya matahari, menciptakan bayangan-bayangan panjang yang membentang bagai jari di trotoar. Di saat hening inilah Minho berbalik, tatapannya bertemu dengan tatapan Yuna dengan intensitas yang membuat Yuna tak bisa bernapas.
“Yuna,” katanya, suaranya tenang meskipun tangannya gemetar. “Bisakah kita bicara?”
Yuna ingin mendengus, berjalan melewatinya dengan sikap angkuh yang selalu ia lakukan, tetapi ada sesuatu dalam tatapannya yang membuatnya terpaku di tempatnya. “Baiklah,” ia mengalah, suaranya menyiratkan rasa ingin tahu yang tak ingin ia rasakan. “Tapi cepatlah. Aku tak punya waktu seharian.”
Minho mengangguk, menuntunnya ke gang terdekat, jalan pintas yang sering ia ambil saat terburu-buru. Gang itu sempit dan remang-remang, gedung-gedung di kedua sisinya menjulang di atas mereka seperti penjaga yang diam. Jantung Yuna mulai berdebar kencang, rasa gelisah merayapi tulang punggungnya saat ia menyadari betapa terpencilnya tempat itu.
BACA JUGA : BISIKAN NAFSU KEINGINAN ABADI YANG TERPENDAM
“Apa yang kau inginkan, Minho?” tanyanya, nadanya tajam. “Aku punya hal yang lebih baik daripada mendengarkan cerita sedihmu.”
Ia tersentak, sedikit, tetapi cukup untuk membuat Yuna merasa sedikit bersalah. “Aku tak mau dikasihani,” katanya pelan. “Aku tak pernah.”
Sebelum Yuna sempat menjawab, Minho melangkah maju, memperpendek jarak di antara mereka dengan jalatogel kecepatan yang membuatnya terengah-engah. Tangannya terulur, jari-jarinya mengusap pipi Yuna dengan gerakan yang begitu lembut hingga membuatnya meringis. “Aku menginginkanmu, Yuna,” akunya, suaranya nyaris berbisik. “Aku selalu menginginkanmu.”
Pikiran Yuna berkecamuk, tubuhnya merespons sentuhan Minho dengan cara yang tak ia pahami. “Kau tak mungkin serius,” ia tergagap, mencoba melepaskan diri. “Kita saling membenci.”
“Benarkah?” tanya Minho, ibu jarinya menelusuri lekuk bibir Yuna. “Atau lebih mudah berpura-pura begitu?”
Kebenaran dalam kata-katanya bagaikan tamparan di wajah, dan Yuna mendapati dirinya kehilangan kata-kata. Ia selalu menjaga jarak, menggunakan kecantikan dan kecerdasannya sebagai senjata untuk mencegah orang lain terlalu dekat. Namun Minho, dengan tatapannya yang sungguh-sungguh dan kejujurannya yang tak tergoyahkan, melucuti senjatanya, melucuti pertahanannya lapis demi lapis.
“Aku tak tahu apa yang kauinginkan dariku,” akunya, suaranya nyaris berbisik.
“Semuanya,” jawabnya, tangannya bergerak ke tengkuk Yuna, menariknya lebih dekat. “Aku menginginkan jalatogel dirimu seutuhnya, Yuna. Senyummu, air matamu, amarahmu, gairahmu. Aku ingin mengenalmu, dirimu yang sebenarnya, bukan topeng yang kau kenakan untuk orang lain.”
Lalu bibirnya mendarat di bibir Yuna, sebuah ciuman yang merupakan pertanyaan sekaligus tuntutan, sebuah permohonan untuk masuk ke dalam benteng yang telah ia bangun di sekeliling hatinya. Lutut Yuna melemas, tubuhnya mengkhianatinya saat ia membalas ciumannya dengan gairah yang mengejutkannya. Tangannya menemukan celah di balik kemejanya, menjelajahi dada pria itu, sudut-sudut tulang rusuknya yang tajam. Pria itu berotot dan berotot, sebuah bukti dari jam-jam yang tak terhitung jumlahnya yang ia habiskan untuk bekerja demi membiayai sekolahnya.
Tangan Minho sama beraninya, menyelinap di balik ujung blus Yuna, jari-jarinya mengusap kulit perut Yuna yang lembut. Yuna tersentak saat ia dengan cekatan membuka kait bra-nya, payudaranya tumpah ke tangannya. Ia meremasnya dengan lembut, ibu jarinya melingkari puting Yuna hingga mengeras membentuk puncak.
“Sialan, Minho,” erangnya, kepalanya terkulai ke dinding. “Kita tidak bisa melakukan ini di sini.”
“Kenapa tidak?” gumamnya di lehernya, giginya menggores kulit sensitifnya. “Tidak ada yang bisa melihat kita. Hanya kau dan aku.”
Yuna tahu ia benar. Gang itu adalah dunia pribadi mereka, gelembung hasrat yang mengisolasi mereka dari kenyataan. Ia bisa merasakan panas menggenang di antara kedua kakinya, basah yang membasahi celana dalamnya saat jemari Minho menari turun, menelusuri pinggang roknya.
Dengan gerakan cepat, ia menaikkannya ke pinggul Yuna, tangannya menggali di antara paha Yuna untuk menangkup gundukannya. Pinggul Yuna bergetar karena sentuhan itu, rintihan putus asa keluar dari bibirnya saat ia mulai menggosoknya melalui kain tipis celana dalamnya.
“Kau sangat basah untukku,” erang Minho, suaranya kental akan hasrat. “Aku ingin mencicipimu, Yuna. Aku ingin merasakan vaginamu mengepal di lidahku.”
Sebelum Yuna sempat protes, Minho sudah berlutut, jemarinya mengaitkan ke sisi celana dalamnya visitogel dan menariknya ke bawah kakinya. Wajah Yuna memerah karena panas saat dia berdiri di hadapannya, sepenuhnya terbuka, tetapi rasa lapar di mata Minho membuatnya merasa lebih cantik dari sebelumnya.
Ia membenamkan wajahnya di antara kedua kakinya, lidahnya membelah lipatannya dan menyelami kedalamannya. Tangan Yuna menemukan jalan ke dalam rambutnya, mencengkeram erat helaiannya saat ia menjilatinya, setiap gerakan lidahnya mengirimkan gelombang kenikmatan mengalir ke seluruh tubuhnya.
Minho tak kenal lelah, mulutnya bekerja tanpa lelah untuk membawanya ke ambang kenikmatan. Ia mengisap klitorisnya, menjentikkannya dengan ujung lidahnya, dan Yuna merasa dirinya berada di ambang kehancuran. “Ya Tuhan, Minho, aku akan orgasme,” teriaknya, tubuhnya menegang saat orgasme mengguyurnya.
Minho tak berhenti, terus-menerus mengeluarkan kenikmatannya hingga ia gemetar hebat, kakinya nyaris tak mampu menopangnya. Ketika akhirnya ia berdiri, Yuna bisa melihat garis ereksinya menegang di balik celananya, sebuah bukti bisu akan kebutuhannya sendiri.
Dengan tangan yang meraba-raba, ia meraih ritsletingnya, melepaskan penisnya dari kungkungannya. Panjang dan tebal, kepalanya berkilauan dengan cairan pra-ejakulasi. Yuna mengelusnya perlahan, mengagumi kontras tangan halusnya dengan panjang penisnya yang keras.
“Aku ingin berada di dalammu,” gerutu Minho, kendalinya mulai goyah. “Aku ingin merasakan vaginamu yang rapat meremas penisku.”
Yuna mengangguk, membimbingnya ke pintu masuk. Ia mendorong Yuna dengan satu dorongan cepat, memenuhinya sepenuhnya. Mereka berdua menjerit, sensasi tubuh mereka menyatu begitu kuat.
Minho menciptakan ritme yang menyiksa, pinggulnya berdecit melawan pinggul Yuna saat ia menghujamkannya berulang kali. Yuna membalas dorongannya, kuku-kukunya menggores punggung Yuna saat ia mendesaknya. Suara daging mereka beradu menggema di dinding gang, sebuah simfoni nafsu dan hasrat.
“Rasanya nikmat sekali,” geram Minho, tangannya mencengkeram pinggul Yuna erat-erat. “Aku tidak akan bertahan lebih lama lagi.”
Yuna bisa merasakan orgasme lain mulai terbentuk, tekanan melingkar rendah di perutnya. “Ikut aku,” ia terengah-engah, matanya bertemu dengan tatapan Minho. “Aku ingin merasakanmu masuk ke dalamku.”
Dengan dorongan terakhir yang kuat, Minho melepaskannya, penisnya berdenyut saat ia mengosongkan isinya ke dalam Yuna. Sensasi spermanya yang panas memenuhi Yuna membuat Yuna tak terkendali, orgasmenya sendiri menerjangnya bagai ombak pasang.
Mereka tetap seperti itu sejenak, tubuh mereka bertautan, napas mereka bercampur di udara malam yang sejuk. Ketika Minho akhirnya keluar, Yuna merasakan seberkas kehilangan, kekosongan yang tak terduga.
Mereka berpakaian dalam diam, beban atas apa yang baru saja terjadi terasa berat di antara mereka. Saat mereka keluar dari gang, kota layartogel itu tampak berbeda, seolah pengalaman mereka bersama telah mengubah tatanan dunia di sekitar mereka.
“Yuna,” Minho memulai, suaranya ragu-ragu. “Aku—”
Ia memotongnya dengan menggelengkan kepala. “Jangan,” katanya lembut. “Kita akhiri saja seperti ini.”
Ia mengangguk, sorot matanya penuh pengertian. Mereka berpisah, setiap langkah menjauhkan mereka dari gairah yang sempat menyatukan mereka. Yuna berjalan pulang dengan linglung, pikirannya diliputi emosi.
Saat ia berbaring di tempat tidur malam itu, ia tak kuasa menahan diri untuk memikirkan Minho, cara Minho menyentuhnya, cara Minho menatapnya seolah-olah ia satu-satunya perempuan di dunia. Ia tahu apa yang mereka bagi hanya sesaat, momen kegilaan yang takkan pernah terulang. Namun, saat ia terlelap, sebagian kecil dirinya yang tersembunyi berharap bahwa mungkin, hanya mungkin, mereka dapat menemukan jalan kembali untuk bertemu, kembali ke gang di mana, untuk sesaat, mereka telah menjadi segalanya bagi satu sama lain.














1 comment